Subscribe:

Ads 468x60px

Senin, 19 Maret 2012

Payah! Ada PNS Jember yang Tak Kuasai Komputer

Jember (beritajatim.com) - Bambang Istianto, penulis buku 'Demokratisasi Birokrasi', menyatakan: nilai-nilai demokrasi pada birokrasi melekat pada prinsip 'good governance, reinventing government, dan new public services'.
Salah satu syarat agar prinsip itu terlaksana adalah profesionalitas. Tapi pegawai negeri sipil dihadang masalah kompetensi dan kemampuan teknis untuk bisa profesional dalam bekerja.

Ketua Komisi Pemilihan Umum Jember, Ketty Tri Setyorini, pernah mengeluhkan kemampuan pegawai negeri yang ditempatkan di sekretariat KPU. "Mengetik pakai komputer dan bikin surat saja ada yang tidak bisa," katanya, prihatin.

Kepala Badan Kepegawaian Jember Miati Alvin menyadari lemahnya kemampuan jajaran birokrasi. "Kadang pemerintah kecamatan mengeluh dikasih tenaga ini (tertentu), karena mengetik dengan komputer saja tidak bisa," katanya.

Persoalan efisiensi dan efektivitas kerja juga menghadang. Penumpukan pegawai negeri di sebuah instansi kadang tak diikuti dengan porsi kerja yang memadai. Jumlah pegawai kadang lebih besar daripada jumlah pekerjaan yang bisa digarap.

Miati mengatakan, BKD Jember sudah berupaya untuk memeratakan jumlah persebaran pegawai. "Kalau bisa bekerja dengan lima orang, kenapa harus dengan tujuh orang," katanya bertamsil.

Hambatan justru kadang datang dari pimpinan satuan kerja bersangkutan. Menurut Miati, mereka kadang mengeluh adanya pengurangan jumlah pegawai di instansi mereka. "Mereka mengeluh kekurangan tenaga," katanya.

Tapi, bagi MZA Djalal, kondisi birokrasi tak harus membuat pesimistis. "Pada hakikatnya, memenej pemerintahan itu trial. Kita belum menemukan baku memenej pemerintah, memenej negara, karena kita negara berkembang. kita masih mencoba terus, karena ini bagian ikhtiar untuk kita lebih baik. Ini tidak salah dan tak boleh disalahkan," katanya.

Dalam setiap rapat, Djalal menekankan kepada jajaran birokrasi untuk meningkatkan kapasitas, di samping memberikan sentuhan spiritual. "Ayo ditata hatinya. Kalau hati ditata, dalam pengertian merenung, sebagai pejabat betul-betul nawaitu (berniat) mengabdi," katanya.

Bambang juga percaya demokratisasi dan pembenahan birokrasi Indonesia bisa dilaksanakan. Kuncinya: pendidikan perguruan tinggi yang menjadi sumber pasokan tenaga birokrasi. "Pendidikan kita masih belum berubah, lebih brain oriented (berorientasi rasional), dan masih belum menggugah hati nurani," katanya.

Nilai-nilai pendidikan, terutama perguruan tinggi, harus membuka nilai-nilai kemanusiaan, membuka hati nurani, dan menggerakkan akal. Ini akan mengubah pola pikir aparat birokrasi Indonesia.

"Pejabat kampus pun harus berubah. Meritokrasi sistim, pola karier itu penting. Ketika produk (perguruan tinggi) bagus, maka otomatis biokrasi yang memakai (lulusan perguruan tinggi) akan terselamatkan," kata Bambang.

Dalam benak Bambang, jika jajaran birokrasi sudah berubah menjadi inovatif, profesional, responsif, kreatif, dan dinamis, maka nilai-nilai keterbukaan, kebebasan, dan demokrasi akan mudah diterapkan. [wir]

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger